Kota Temanggung
berada di Kabupaten Temanggung. Kota ini menjadi pusat pemerintahan dari daerah
tersebut. Perkembangan kota ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam
yang subur di wilayah sekitarnya. Daerah sekitar bukannya justru menjadi hinterland yang
dapat diabaikan begitu saja. Kabupaten Temanggung terkenal dengan beragam hasil
bumi yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan hasil bumi yang
sama di daerah lainnya. Kota ini pun mendapatkan “hidup” daru kemampuan
menciptakan ketekaitan dengan wilayah sekitarnya ini, misalnya dengan menjadi
pusat administrasi pemerintahan daerah maupun menjadi pusat koleksi dan
distribusi dari hasil bumi yang diproduksi oleh sekitarnya.
Dibandingkan dengan
kota-kota lain di Jawa Tengah, Temanggung ditempatkan sebagai Pusat Kegiatan
Lokal (PKL). Secara kawasan, Kota Temanggung berada di dalam kawasan yang
dikategorikan dalam perkembangan stagnan. Dengan membandingkan kondisi kota ini
lima tahun lalu, nampak pertumbuhan secara fisik tidak berlangsung pesat.
Namun, secara perlahan kota ini berbenah dengan cara mengembangkan
sektor-sektor basis lainnya, diantaranya jasa keuangan dan pariwisata.
Sejarah Kota
Sejarah kota ini dapat dirunut jauh
sebelum dinasti Mataram Islam. Keberadaannya sekarang tidak dapat dilepaskan
dari sejarahnya tersebut. Konteks sosial politik yang berkembang saat itu
mempengaruhi posisi strategis kota, meskipun kondisi fisik geografisnya turut
berkontribusi, terutama dalam tahap perkembangan saat ini. Dimulai pada
pertengahan abad ke-IX, dibuat Prasasti Wanua Tengah yang menceritakan
perubahan status tanah di Desa Wanua Tengah (sekarang disebut Desa Wanua Tengah
di Kec. Bulu di sebelah barat kota), yang semula merupakan tanah perdikan atau
tanah Simah yang mendapat kebebasan pajak. Perubahan status tanah ini terkait
dengan persembahan kepada biara di Pikatan oleh Rakai Panangkaran, berlokasi 3
km dari pusat Kota Temanggung. Permukiman pun tumbuh di daerah ini yang secara
perlahan menjadikan daerah sekitarnya menjadi berkembang. Daerah lainnya yang
turut berkembang menjadi kota di Kabupaten Temanggung adalah Parakan, yang
terletak di sebelah timur Kota Temanggung. Desa ini mulanya berasal dari kata
“marak” yang didirikan oleh Prabu Benowo.
Pada pemerintahan Sultan Agung (1613 – 1645), daerah Kedu termasuk ke dalam
Jawi Rangkah yang dibagi menjadi 2 bagian. Sebagian dari daerah tersebut disebut
sebagai Siti Bumi dan sebagian lagi sebagi Siti Bumijo. Kota Temanggung berada
di dalam Siti Bumi. Tahun 1827, Raden Ngabehi Jayanegara menjadi bupati di
Menoreh menurut pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu,
Temanggung menjadi ibukota dari Menoreh. Selanjutnya Temanggung memiliki
Asisten Residen dengan pertimbangan keamanan. Pada tahun 1834, Asisten
Probolinggo dipindahkan ke Kabupaten Menoreh yang berubah menjadi Kabupaten
Temanggung. Tahun-tahun berikutnya adalah saat-saat daerah ini memperoleh
status otonominya dengan Kota Temanggung menjadi salah satu dari dua kawasan
perkembangan yang berkembang, yaitu Temanggung dan Parakan.
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota
Temanggung menunjukkan keunggulan produksi hasil pertanian di Kab. Temanggung
Pada masa kolonialisme Belanda, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota
Temanggung sebagai pusat pemerintahan dari Keresidenan Menoreh. Pemerintah
Hindia Belanda juga membangun jaringan drainase yang keberadaanya sampai saat
ini masih dapat ditemukan. Jaringan ini juga masih dimanfaatkan oleh warga
kota. Sayangnya, jaringan drainase ini tidak terintegrasi dengan jaringan baru
perkotaan.
Tata Ruang Kota
Kota Temanggung berada pada ketinggian
rata-rata 650 mdpl. Pertumbuhan kota pada arah selatan dibatasi oleh pegunungan
(G. Sindoro dan G. Sumbing) dengan ketinggian mencapai 1.500 mdpl untuk wilayah
kabupatennya.
Aksesibilitas kota terbuka dari
arah timur – barat yang merupakan jalan kolektor primer.Jalan
ini membuka akses kota terhadap kota-kota lain yang berdekatan, seperti
Magelang maupun Wonosobo. Sepanjang jalan utama ini tumbuh kegiatan perdagangan
dan jasa yang menentukan pula pengelolaan lalu lintas ke dalam maupun ke luar
kota.Pasar Kliwon berada di pusat kota baru yang merupakan
bagian dari koridor komersil Jl.Sudirman – MT. Haryono. Poros utara –
selatan sedikit sekali mempengaruhi pertumbuhan kota. Akses pada jalan ini,
terutama adalah kegiatan-kegiatan pada skala lingkungan. Pada arah ini pula
merupakan kawasan limitasi, seperti irigasi teknis di kawasan bagian utara
maupun perbukitan di bagian selatan.
Terkait dengan aksesibilitas, kota ini menyediakan jalur pedestrian yang
berlokasi pada jalan dengan kedalaman lokal sekunder. Dengan pola yang menyebar ke pinggiran kawasan perkotaan,
jalur pedestrian ini memberikan kemudahan mobilitas bagi pejalan kaki. Meskipun moda utama
yang digunakan untuk transportasi adalah angkotan kota berupa minibus.
Masjid Agung yang menjadi salah satu
pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur
kota
Pada umumnya kota-kota pra-kolonial, pusat pemerintahan lama memiliki
komponen-komponen tradisional yang turut membentuk struktur ruang sampai saat
ini. Tempat kediaman adipati berada berdekatan dengan
alun-alun maupun Masjid Agung dan penjara. Pusat lama ini menjadi simbol
religius dan kuasa agung raja-raja Jawa yang memerintah. Secara fungsional,
komponen-komponen ini pun mengalami transisi, terutama mengarah kepada
komersialisasi dibandingkan fungsi spiritual. Terdapat pemanfaatan alun-alun
sebagai tempat berjualan maupun usaha informal lainnya.
Pusat yang baru adalah pasar
regional yang melayani wilayah kabupaten. Bangunan dengan kepadatan menengah
berada di kawasan perdagangan ini dengan pola kegiatan memanjang sepanjang
koridor jalan utama. Dengan pengaturan kegiatan yang dilakukan secara tertib,
kegiatan di pasar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan yang melalui koridor
ini. Menuju ke pinggiran kota masih dapat ditemukan sawah dan kebun penduduk
yang sangat berperan menyediakan ruang terbuka bagi kota.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan kekhawatiran mendalam
dari warga
Penutup
Dalam perkembangannya, kota ini akan banyak dipengaruhi oleh kebijakan
regional untuk menempatkan fungsi kota ini ke depan. Sebagai PKL, kota ini
berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas dari wilayah kabupaten.
Fungsi ini sudah berlangsung dengan baik, meskipun tidak seluruh produk dari
wilayah kabupaten mampir ke kota ini. Justru beberapa produk dengan nilai
tambah tinggi dijual langsung ke Pusat Kegiatan Wilayah terdekat seperti Kota
Magelang dan Wonosobo.
Ada kesadaran akan kondisi pertumbuhan yang stagnan di kalangan
birokrat daerah, sehingga pemerintah daerah pun berupaya mencari alternatif
lain sebagai ekonomi basis kota. Salah satu pilihannya adalah mengembangkan
kegiatan rekreasi dan wisata yang telah ada, seperti: Pikatan, Taman Kartini.
Pengembangan pariwisata ini akan sejalan dengan karakteristik sosial budaya
warga kota yang terbuka menerima perubahan dan ramah.
Dalam kebijakan regional selanjutnya di dalam RTRW Kabupaten Temanggung,
kota ini akan mendapatkan “saingan” berupa pengembangan kawasan agropolitan
yang berada di jalan nasional yang menghubungkan Kota Magelang dan Semarang.
Kondisi ini sedikit tidak menguntungkan bagi kota ini karena akan menjadikan
perkembangan selanjutnya lebih mengarah ke arah timur, yaitu Kranggan dan
Secang, kecuali ditemukan formula bagi integrasi dengan kawasan perkotaan yang
ada. [ ]
Kota Temanggung berada di Kabupaten
Temanggung. Kota ini menjadi pusat pemerintahan dari daerah tersebut.
Perkembangan kota ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam yang
subur di wilayah sekitarnya. Daerah sekitar bukannya justru menjadi hinterland
yang dapat diabaikan begitu saja. Kabupaten Temanggung terkenal dengan beragam
hasil bumi yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan hasil bumi
yang sama di daerah lainnya. Kota ini pun mendapatkan “hidup” daru kemampuan
menciptakan ketekaitan dengan wilayah sekitarnya ini, misalnya dengan menjadi
pusat administrasi pemerintahan daerah maupun menjadi pusat koleksi dan
distribusi dari hasil bumi yang diproduksi oleh sekitarnya.
Panorama pegunungan yang dapat dinikmati
dari sela-sela bangunan di tengah Kota Temanggung
Panorama pegunungan yang dapat dinikmati
dari sela-sela bangunan di tengah Kota Temanggung
Dibandingkan dengan kota-kota lain di
Jawa Tengah, Temanggung ditempatkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Secara
kawasan, Kota Temanggung berada di dalam kawasan yang dikategorikan dalam
perkembangan stagnan. Dengan membandingkan kondisi kota ini lima tahun lalu,
nampak pertumbuhan secara fisik tidak berlangsung pesat. Namun, secara perlahan
kota ini berbenah dengan cara mengembangkan sektor-sektor basis lainnya, diantaranya
jasa keuangan dan pariwisata.
Sejarah Kota
Sejarah kota ini dapat dirunut jauh
sebelum dinasti Mataram Islam. Keberadaannya sekarang tidak dapat dilepaskan
dari sejarahnya tersebut. Konteks sosial politik yang berkembang saat itu
mempengaruhi posisi strategis kota, meskipun kondisi fisik geografisnya turut
berkontribusi, terutama dalam tahap perkembangan saat ini. Dimulai pada
pertengahan abad ke-IX, dibuat Prasasti Wanua Tengah yang menceritakan
perubahan status tanah di Desa Wanua Tengah (sekarang disebut Desa Wanua Tengah
di Kec. Bulu di sebelah barat kota), yang semula merupakan tanah perdikan atau
tanah Simah yang mendapat kebebasan pajak. Perubahan status tanah ini terkait
dengan persembahan kepada biara di Pikatan oleh Rakai Panangkaran, berlokasi 3
km dari pusat Kota Temanggung. Permukiman pun tumbuh di daerah ini yang secara
perlahan menjadikan daerah sekitarnya menjadi berkembang. Daerah lainnya yang
turut berkembang menjadi kota di Kabupaten Temanggung adalah Parakan, yang
terletak di sebelah timur Kota Temanggung. Desa ini mulanya berasal dari kata
“marak” yang didirikan oleh Prabu Benowo.
Pada pemerintahan Sultan Agung (1613 –
1645), daerah Kedu termasuk ke dalam Jawi Rangkah yang dibagi menjadi 2 bagian.
Sebagian dari daerah tersebut disebut sebagai Siti Bumi dan sebagian lagi
sebagi Siti Bumijo. Kota Temanggung berada di dalam Siti Bumi. Tahun 1827,
Raden Ngabehi Jayanegara menjadi bupati di Menoreh menurut pengangkatan oleh
pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, Temanggung menjadi ibukota dari
Menoreh. Selanjutnya Temanggung memiliki Asisten Residen dengan pertimbangan
keamanan. Pada tahun 1834, Asisten Probolinggo dipindahkan ke Kabupaten Menoreh
yang berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Tahun-tahun berikutnya adalah
saat-saat daerah ini memperoleh status otonominya dengan Kota Temanggung
menjadi salah satu dari dua kawasan perkembangan yang berkembang, yaitu
Temanggung dan Parakan.
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota
Temanggung menunjukkan keunggulan produksi pertanian di Kab. Temanggung
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota
Temanggung menunjukkan keunggulan produksi hasil pertanian di Kab. Temanggung
Pada masa kolonialisme Belanda,
pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Temanggung sebagai pusat pemerintahan
dari Keresidenan Menoreh. Pemerintah Hindia Belanda juga membangun jaringan
drainase yang keberadaanya sampai saat ini masih dapat ditemukan. Jaringan ini
juga masih dimanfaatkan oleh warga kota. Sayangnya, jaringan drainase ini tidak
terintegrasi dengan jaringan baru perkotaan.
Tata Ruang Kota
Kota Temanggung berada pada ketinggian
rata-rata 650 mdpl. Pertumbuhan kota pada arah selatan dibatasi oleh pegunungan
(G. Sindoro dan G. Sumbing) dengan ketinggian mencapai 1.500 mdpl untuk wilayah
kabupatennya.
Aksesibilitas kota terbuka dari arah
timur – barat yang merupakan jalan kolektor primer. Jalan ini membuka akses
kota terhadap kota-kota lain yang berdekatan, seperti Magelang maupun Wonosobo.
Sepanjang jalan utama ini tumbuh kegiatan perdagangan dan jasa yang menentukan
pula pengelolaan lalu lintas ke dalam maupun ke luar kota. Pasar Kliwon berada
di pusat kota baru yang merupakan bagian dari koridor komersil Jl. Sudirman –
MT. Haryono. Poros utara – selatan sedikit sekali mempengaruhi pertumbuhan
kota. Akses pada jalan ini, terutama adalah kegiatan-kegiatan pada skala
lingkungan. Pada arah ini pula merupakan kawasan limitasi, seperti irigasi
teknis di kawasan bagian utara maupun perbukitan di bagian selatan.
Terkait dengan aksesibilitas, kota ini menyediakan jalur pedestrian yang
berlokasi pada jalan dengan kedalaman lokal sekunder. Dengan pola yang menyebar
ke pinggiran kawasan perkotaan, jalur pedestrian ini memberikan kemudahan
mobilitas bagi pejalan kaki. Meskipun moda utama yang digunakan untuk
transportasi adalah angkotan kota berupa minibus.
Masjid Agung yang menjadi salah satu pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur kota
Masjid Agung yang menjadi salah satu pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur kota
Masjid Agung yang menjadi salah satu
pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur
kota
Pada umumnya kota-kota pra-kolonial,
pusat pemerintahan lama memiliki komponen-komponen tradisional yang turut
membentuk struktur ruang sampai saat ini. Tempat kediaman adipati berada
berdekatan dengan alun-alun maupun Masjid Agung dan penjara. Pusat lama ini
menjadi simbol religius dan kuasa agung raja-raja Jawa yang memerintah. Secara
fungsional, komponen-komponen ini pun mengalami transisi, terutama mengarah
kepada komersialisasi dibandingkan fungsi spiritual. Terdapat pemanfaatan
alun-alun sebagai tempat berjualan maupun usaha informal lainnya.
Pusat yang baru adalah pasar regional yang melayani wilayah kabupaten.
Bangunan dengan kepadatan menengah berada di kawasan perdagangan ini dengan
pola kegiatan memanjang sepanjang koridor jalan utama. Dengan pengaturan
kegiatan yang dilakukan secara tertib, kegiatan di pasar tidak mengganggu lalu
lintas kendaraan yang melalui koridor ini. Menuju ke pinggiran kota masih dapat
ditemukan sawah dan kebun penduduk yang sangat berperan menyediakan ruang terbuka
bagi kota.
Landmark kota – berada di koridor komersial Jl. S. Parman
Landmark kota – berada di koridor komersial Jl. S. Parman
Landmark kota – berada di koridor
komersial Jl. S. Parman
Sosial Ekonomi
Ekonomi basis kota adalah perdagangan.
Faktanya, denyut nadi kota ini berada di sepanjang koridor Jl. Sudirman – MT.
Haryono, mulai dari subuh hingga malam hari. Komoditas yang diperdagangkan di
Pasar Kliwon adalah hasil bumi yang berasal dari daerah sekitarnya, seperti
kopi, sayur-mayur, maupun tembakau. Sektor basis ini kemudian menumbuhkan
kegiatan ikutan lainnya (sebagai sektor non-basis), diantaranya: transportasi,
perbankan, dan lain-lain.
Tidak ditemukan industri skala menengah – besar di kawasan perkotaan ini.
Sebagian besar industri berupa industri rumah tangga, seperti tahu maupun
cerutu yang tersebar di sejumlah desa. Bentuk industri ini memungkinkan
munculnya pengatup pengaman bagi pengangguran, namun dengan skala penyerapan
yang terbatas. Untuk memecahkan masalah pengangguran, terdapat inisiatif untuk
membangun lembaga pelatihan tenaga kerja yang nantinya berperan untuk
menyalurkan sejumlah tenaga kerja ke perusahan-perusahan perorangan
dan koperasi.Di beberapa lokasi di dalam kawasan, dapat ditemukan
gudang-gudang yang menampung tembakau. Gudang-gudang ini disewakan kepada para
pemasok tembakau bagi pabrik-pabrik rokok, seperti Gudang Garam di Kediri.
Sosial Budaya
Pada awal tahun 1990-an, Kota Temanggung
mendapatkan penghargaan Adipura Kencana. Penghargaan ini diperoleh karena kota
tersebut mampu menjadi salah satu kota terbersih untuk kategori kota kecil
selama lima tahun berturut-turut pada masa itu. Namun, lain dulu lain sekarang.
Perhatian yang sedikit menurun terhadap kebersihan, seperti yang diakui
sebagian warga kota merupakan perubahan dalam perilaku yang berkembang saat
ini. Padahal, kota ini memiliki motto: BERSENYUM (Bersih, Sehat, Nyaman untuk
Masyarakat).
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran
menyebabkan kekhawatiran mendalam dari warga kota. Salah satu akibat yang
ditimbulkan dari persoalan tersebut adalah kriminalitas, meskipun tingkatnya masih
lebih rendah.
Yang jelas bahwa kekuasaan raja dan para
adipati sudah digantikan dengan kekuasaan birokrasi, namun pengaruhnya terhadap
tata ruang di pusat kota lama masih ada sampai saat ini. Pendopo Penganyoman,
kediaman adipati yang kemudian menjadi kediaman bupati Temanggung masih berdiri
sampai sekarang. Alun-alun dipelihara keberadaannya dengan tetap mempertahankan
keberadaan pohon beringin yang dikeramatkan.
Pendopo Penganyoman – pusat pemerintahan
tradisional yang menjadi rumah dinas bupati Temanggung saat ini
Pendopo Penganyoman – pusat pemerintahan tradisional yang menjadi rumah
dinas bupati Temanggung saat ini
Klenteng di pusat kota yang menunjukkan ragamnya keyakinan yang dipeluk penduduk kota
Klenteng di pusat kota yang menunjukkan ragamnya keyakinan yang dipeluk penduduk kota
Klenteng di pusat kota yang menunjukkan
ragamnya keyakinan yang dipeluk penduduk kota
Penutup
Dalam perkembangannya, kota ini akan
banyak dipengaruhi oleh kebijakan regional untuk menempatkan fungsi kota ini ke
depan. Sebagai PKL, kota ini berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi
komoditas dari wilayah kabupaten. Fungsi ini sudah berlangsung dengan baik,
meskipun tidak seluruh produk dari wilayah kabupaten mampir ke kota ini. Justru
beberapa produk dengan nilai tambah tinggi dijual langsung ke Pusat Kegiatan
Wilayah terdekat seperti Kota Magelang dan Wonosobo.
Ada kesadaran akan kondisi pertumbuhan
yang stagnan di kalangan birokrat daerah, sehingga pemerintah daerah pun
berupaya mencari alternatif lain sebagai ekonomi basis kota. Salah satu
pilihannya adalah mengembangkan kegiatan rekreasi dan wisata yang telah ada,
seperti: Pikatan, Taman Kartini. Pengembangan pariwisata ini akan sejalan
dengan karakteristik sosial budaya warga kota yang terbuka menerima perubahan
dan ramah.
Dalam kebijakan regional selanjutnya di
dalam RTRW Kabupaten Temanggung, kota ini akan mendapatkan “saingan” berupa
pengembangan kawasan agropolitan yang berada di jalan nasional yang
menghubungkan Kota Magelang dan Semarang. Kondisi ini sedikit tidak menguntungkan
bagi kota ini karena akan menjadikan perkembangan selanjutnya lebih mengarah ke
arah timur, yaitu Kranggan dan Secang, kecuali ditemukan formula bagi integrasi
dengan kawasan perkotaan yang ada.