Selasa, 08 September 2015

Kota Temanggung berada di Kabupaten Temanggung. Kota ini menjadi pusat pemerintahan dari daerah tersebut. Perkembangan kota ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam yang subur di wilayah sekitarnya. Daerah sekitar bukannya justru menjadi hinterland yang dapat diabaikan begitu saja. Kabupaten Temanggung terkenal dengan beragam hasil bumi yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan hasil bumi yang sama di daerah lainnya. Kota ini pun mendapatkan “hidup” daru kemampuan menciptakan ketekaitan dengan wilayah sekitarnya ini, misalnya dengan menjadi pusat administrasi pemerintahan daerah maupun menjadi pusat koleksi dan distribusi dari hasil bumi yang diproduksi oleh sekitarnya.
Dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, Temanggung ditempatkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Secara kawasan, Kota Temanggung berada di dalam kawasan yang dikategorikan dalam perkembangan stagnan. Dengan membandingkan kondisi kota ini lima tahun lalu, nampak pertumbuhan secara fisik tidak berlangsung pesat. Namun, secara perlahan kota ini berbenah dengan cara mengembangkan sektor-sektor basis lainnya, diantaranya jasa keuangan dan pariwisata.
Sejarah Kota
Sejarah kota ini dapat dirunut jauh sebelum dinasti Mataram Islam. Keberadaannya sekarang tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya tersebut. Konteks sosial politik yang berkembang saat itu mempengaruhi posisi strategis kota, meskipun kondisi fisik geografisnya turut berkontribusi, terutama dalam tahap perkembangan saat ini. Dimulai pada pertengahan abad ke-IX, dibuat Prasasti Wanua Tengah yang menceritakan perubahan status tanah di Desa Wanua Tengah (sekarang disebut Desa Wanua Tengah di Kec. Bulu di sebelah barat kota), yang semula merupakan tanah perdikan atau tanah Simah yang mendapat kebebasan pajak. Perubahan status tanah ini terkait dengan persembahan kepada biara di Pikatan oleh Rakai Panangkaran, berlokasi 3 km dari pusat Kota Temanggung. Permukiman pun tumbuh di daerah ini yang secara perlahan menjadikan daerah sekitarnya menjadi berkembang. Daerah lainnya yang turut berkembang menjadi kota di Kabupaten Temanggung adalah Parakan, yang terletak di sebelah timur Kota Temanggung. Desa ini mulanya berasal dari kata “marak” yang didirikan oleh Prabu Benowo.
Pada pemerintahan Sultan Agung (1613 – 1645), daerah Kedu termasuk ke dalam Jawi Rangkah yang dibagi menjadi 2 bagian. Sebagian dari daerah tersebut disebut sebagai Siti Bumi dan sebagian lagi sebagi Siti Bumijo. Kota Temanggung berada di dalam Siti Bumi. Tahun 1827, Raden Ngabehi Jayanegara menjadi bupati di Menoreh menurut pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, Temanggung menjadi ibukota dari Menoreh. Selanjutnya Temanggung memiliki Asisten Residen dengan pertimbangan keamanan. Pada tahun 1834, Asisten Probolinggo dipindahkan ke Kabupaten Menoreh yang berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Tahun-tahun berikutnya adalah saat-saat daerah ini memperoleh status otonominya dengan Kota Temanggung menjadi salah satu dari dua kawasan perkembangan yang berkembang, yaitu Temanggung dan Parakan.
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota Temanggung menunjukkan keunggulan produksi hasil pertanian di Kab. Temanggung
Pada masa kolonialisme Belanda, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Temanggung sebagai pusat pemerintahan dari Keresidenan Menoreh. Pemerintah Hindia Belanda juga membangun jaringan drainase yang keberadaanya sampai saat ini masih dapat ditemukan. Jaringan ini juga masih dimanfaatkan oleh warga kota. Sayangnya, jaringan drainase ini tidak terintegrasi dengan jaringan baru perkotaan.
Tata Ruang Kota
Kota Temanggung berada pada ketinggian rata-rata 650 mdpl. Pertumbuhan kota pada arah selatan dibatasi oleh pegunungan (G. Sindoro dan G. Sumbing) dengan ketinggian mencapai 1.500 mdpl untuk wilayah kabupatennya.
Aksesibilitas kota terbuka dari arah timur – barat yang merupakan jalan kolektor primer.Jalan ini membuka akses kota terhadap kota-kota lain yang berdekatan, seperti Magelang maupun Wonosobo. Sepanjang jalan utama ini tumbuh kegiatan perdagangan dan jasa yang menentukan pula pengelolaan lalu lintas ke dalam maupun ke luar kota.Pasar Kliwon berada di pusat kota baru yang merupakan bagian dari koridor komersil Jl.Sudirman – MT. Haryono. Poros utara – selatan sedikit sekali mempengaruhi pertumbuhan kota. Akses pada jalan ini, terutama adalah kegiatan-kegiatan pada skala lingkungan. Pada arah ini pula merupakan kawasan limitasi, seperti irigasi teknis di kawasan bagian utara maupun perbukitan di bagian selatan.
Terkait dengan aksesibilitas, kota ini menyediakan jalur pedestrian yang berlokasi pada jalan dengan kedalaman lokal sekunder. Dengan pola yang menyebar ke pinggiran kawasan perkotaan, jalur pedestrian ini memberikan kemudahan mobilitas bagi pejalan kaki. Meskipun moda utama yang digunakan untuk transportasi adalah angkotan kota berupa minibus.
Masjid Agung yang menjadi salah satu pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur kota
Pada umumnya kota-kota pra-kolonial, pusat pemerintahan lama memiliki komponen-komponen tradisional yang turut membentuk struktur ruang sampai saat ini. Tempat kediaman adipati berada berdekatan dengan alun-alun maupun Masjid Agung dan penjara. Pusat lama ini menjadi simbol religius dan kuasa agung raja-raja Jawa yang memerintah. Secara fungsional, komponen-komponen ini pun mengalami transisi, terutama mengarah kepada komersialisasi dibandingkan fungsi spiritual. Terdapat pemanfaatan alun-alun sebagai tempat berjualan maupun usaha informal lainnya.
Pusat yang baru adalah pasar regional yang melayani wilayah kabupaten. Bangunan dengan kepadatan menengah berada di kawasan perdagangan ini dengan pola kegiatan memanjang sepanjang koridor jalan utama. Dengan pengaturan kegiatan yang dilakukan secara tertib, kegiatan di pasar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan yang melalui koridor ini. Menuju ke pinggiran kota masih dapat ditemukan sawah dan kebun penduduk yang sangat berperan menyediakan ruang terbuka bagi kota.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan kekhawatiran mendalam dari warga

Penutup
Dalam perkembangannya, kota ini akan banyak dipengaruhi oleh kebijakan regional untuk menempatkan fungsi kota ini ke depan. Sebagai PKL, kota ini berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas dari wilayah kabupaten. Fungsi ini sudah berlangsung dengan baik, meskipun tidak seluruh produk dari wilayah kabupaten mampir ke kota ini. Justru beberapa produk dengan nilai tambah tinggi dijual langsung ke Pusat Kegiatan Wilayah terdekat seperti Kota Magelang dan Wonosobo.
Ada kesadaran akan kondisi pertumbuhan yang stagnan di kalangan birokrat daerah, sehingga pemerintah daerah pun berupaya mencari alternatif lain sebagai ekonomi basis kota. Salah satu pilihannya adalah mengembangkan kegiatan rekreasi dan wisata yang telah ada, seperti: Pikatan, Taman Kartini. Pengembangan pariwisata ini akan sejalan dengan karakteristik sosial budaya warga kota yang terbuka menerima perubahan dan ramah.
Dalam kebijakan regional selanjutnya di dalam RTRW Kabupaten Temanggung, kota ini akan mendapatkan “saingan” berupa pengembangan kawasan agropolitan yang berada di jalan nasional yang menghubungkan Kota Magelang dan Semarang. Kondisi ini sedikit tidak menguntungkan bagi kota ini karena akan menjadikan perkembangan selanjutnya lebih mengarah ke arah timur, yaitu Kranggan dan Secang, kecuali ditemukan formula bagi integrasi dengan kawasan perkotaan yang ada. [ ]
Kota Temanggung berada di Kabupaten Temanggung. Kota ini menjadi pusat pemerintahan dari daerah tersebut. Perkembangan kota ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam yang subur di wilayah sekitarnya. Daerah sekitar bukannya justru menjadi hinterland yang dapat diabaikan begitu saja. Kabupaten Temanggung terkenal dengan beragam hasil bumi yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan hasil bumi yang sama di daerah lainnya. Kota ini pun mendapatkan “hidup” daru kemampuan menciptakan ketekaitan dengan wilayah sekitarnya ini, misalnya dengan menjadi pusat administrasi pemerintahan daerah maupun menjadi pusat koleksi dan distribusi dari hasil bumi yang diproduksi oleh sekitarnya.
Panorama pegunungan yang dapat dinikmati dari sela-sela bangunan di tengah Kota Temanggung
Panorama pegunungan yang dapat dinikmati dari sela-sela bangunan di tengah Kota Temanggung
Dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, Temanggung ditempatkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Secara kawasan, Kota Temanggung berada di dalam kawasan yang dikategorikan dalam perkembangan stagnan. Dengan membandingkan kondisi kota ini lima tahun lalu, nampak pertumbuhan secara fisik tidak berlangsung pesat. Namun, secara perlahan kota ini berbenah dengan cara mengembangkan sektor-sektor basis lainnya, diantaranya jasa keuangan dan pariwisata.
Sejarah Kota
Sejarah kota ini dapat dirunut jauh sebelum dinasti Mataram Islam. Keberadaannya sekarang tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya tersebut. Konteks sosial politik yang berkembang saat itu mempengaruhi posisi strategis kota, meskipun kondisi fisik geografisnya turut berkontribusi, terutama dalam tahap perkembangan saat ini. Dimulai pada pertengahan abad ke-IX, dibuat Prasasti Wanua Tengah yang menceritakan perubahan status tanah di Desa Wanua Tengah (sekarang disebut Desa Wanua Tengah di Kec. Bulu di sebelah barat kota), yang semula merupakan tanah perdikan atau tanah Simah yang mendapat kebebasan pajak. Perubahan status tanah ini terkait dengan persembahan kepada biara di Pikatan oleh Rakai Panangkaran, berlokasi 3 km dari pusat Kota Temanggung. Permukiman pun tumbuh di daerah ini yang secara perlahan menjadikan daerah sekitarnya menjadi berkembang. Daerah lainnya yang turut berkembang menjadi kota di Kabupaten Temanggung adalah Parakan, yang terletak di sebelah timur Kota Temanggung. Desa ini mulanya berasal dari kata “marak” yang didirikan oleh Prabu Benowo.
Pada pemerintahan Sultan Agung (1613 – 1645), daerah Kedu termasuk ke dalam Jawi Rangkah yang dibagi menjadi 2 bagian. Sebagian dari daerah tersebut disebut sebagai Siti Bumi dan sebagian lagi sebagi Siti Bumijo. Kota Temanggung berada di dalam Siti Bumi. Tahun 1827, Raden Ngabehi Jayanegara menjadi bupati di Menoreh menurut pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, Temanggung menjadi ibukota dari Menoreh. Selanjutnya Temanggung memiliki Asisten Residen dengan pertimbangan keamanan. Pada tahun 1834, Asisten Probolinggo dipindahkan ke Kabupaten Menoreh yang berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Tahun-tahun berikutnya adalah saat-saat daerah ini memperoleh status otonominya dengan Kota Temanggung menjadi salah satu dari dua kawasan perkembangan yang berkembang, yaitu Temanggung dan Parakan.
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota Temanggung menunjukkan keunggulan produksi pertanian di Kab. Temanggung
Tugu Tani yang berada di alun-alun Kota Temanggung menunjukkan keunggulan produksi hasil pertanian di Kab. Temanggung
Pada masa kolonialisme Belanda, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Temanggung sebagai pusat pemerintahan dari Keresidenan Menoreh. Pemerintah Hindia Belanda juga membangun jaringan drainase yang keberadaanya sampai saat ini masih dapat ditemukan. Jaringan ini juga masih dimanfaatkan oleh warga kota. Sayangnya, jaringan drainase ini tidak terintegrasi dengan jaringan baru perkotaan.
Tata Ruang Kota
Kota Temanggung berada pada ketinggian rata-rata 650 mdpl. Pertumbuhan kota pada arah selatan dibatasi oleh pegunungan (G. Sindoro dan G. Sumbing) dengan ketinggian mencapai 1.500 mdpl untuk wilayah kabupatennya.
Aksesibilitas kota terbuka dari arah timur – barat yang merupakan jalan kolektor primer. Jalan ini membuka akses kota terhadap kota-kota lain yang berdekatan, seperti Magelang maupun Wonosobo. Sepanjang jalan utama ini tumbuh kegiatan perdagangan dan jasa yang menentukan pula pengelolaan lalu lintas ke dalam maupun ke luar kota. Pasar Kliwon berada di pusat kota baru yang merupakan bagian dari koridor komersil Jl. Sudirman – MT. Haryono. Poros utara – selatan sedikit sekali mempengaruhi pertumbuhan kota. Akses pada jalan ini, terutama adalah kegiatan-kegiatan pada skala lingkungan. Pada arah ini pula merupakan kawasan limitasi, seperti irigasi teknis di kawasan bagian utara maupun perbukitan di bagian selatan.
Terkait dengan aksesibilitas, kota ini menyediakan jalur pedestrian yang berlokasi pada jalan dengan kedalaman lokal sekunder. Dengan pola yang menyebar ke pinggiran kawasan perkotaan, jalur pedestrian ini memberikan kemudahan mobilitas bagi pejalan kaki. Meskipun moda utama yang digunakan untuk transportasi adalah angkotan kota berupa minibus.
Masjid Agung yang menjadi salah satu pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur kota
Masjid Agung yang menjadi salah satu pusaka kota yang perlu dilindungi, sekaligus menjadi elemen pembentuk struktur kota
Pada umumnya kota-kota pra-kolonial, pusat pemerintahan lama memiliki komponen-komponen tradisional yang turut membentuk struktur ruang sampai saat ini. Tempat kediaman adipati berada berdekatan dengan alun-alun maupun Masjid Agung dan penjara. Pusat lama ini menjadi simbol religius dan kuasa agung raja-raja Jawa yang memerintah. Secara fungsional, komponen-komponen ini pun mengalami transisi, terutama mengarah kepada komersialisasi dibandingkan fungsi spiritual. Terdapat pemanfaatan alun-alun sebagai tempat berjualan maupun usaha informal lainnya.
Pusat yang baru adalah pasar regional yang melayani wilayah kabupaten. Bangunan dengan kepadatan menengah berada di kawasan perdagangan ini dengan pola kegiatan memanjang sepanjang koridor jalan utama. Dengan pengaturan kegiatan yang dilakukan secara tertib, kegiatan di pasar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan yang melalui koridor ini. Menuju ke pinggiran kota masih dapat ditemukan sawah dan kebun penduduk yang sangat berperan menyediakan ruang terbuka bagi kota.
Landmark kota – berada di koridor komersial Jl. S. Parman
Landmark kota – berada di koridor komersial Jl. S. Parman
Sosial Ekonomi
Ekonomi basis kota adalah perdagangan. Faktanya, denyut nadi kota ini berada di sepanjang koridor Jl. Sudirman – MT. Haryono, mulai dari subuh hingga malam hari. Komoditas yang diperdagangkan di Pasar Kliwon adalah hasil bumi yang berasal dari daerah sekitarnya, seperti kopi, sayur-mayur, maupun tembakau. Sektor basis ini kemudian menumbuhkan kegiatan ikutan lainnya (sebagai sektor non-basis), diantaranya: transportasi, perbankan, dan lain-lain.
Tidak ditemukan industri skala menengah – besar di kawasan perkotaan ini. Sebagian besar industri berupa industri rumah tangga, seperti tahu maupun cerutu yang tersebar di sejumlah desa. Bentuk industri ini memungkinkan munculnya pengatup pengaman bagi pengangguran, namun dengan skala penyerapan yang terbatas. Untuk memecahkan masalah pengangguran, terdapat inisiatif untuk membangun lembaga pelatihan tenaga kerja yang nantinya berperan untuk menyalurkan sejumlah tenaga kerja ke perusahan-perusahan perorangan dan koperasi.Di beberapa lokasi di dalam kawasan, dapat ditemukan gudang-gudang yang menampung tembakau. Gudang-gudang ini disewakan kepada para pemasok tembakau bagi pabrik-pabrik rokok, seperti Gudang Garam di Kediri.
Sosial Budaya
Pada awal tahun 1990-an, Kota Temanggung mendapatkan penghargaan Adipura Kencana. Penghargaan ini diperoleh karena kota tersebut mampu menjadi salah satu kota terbersih untuk kategori kota kecil selama lima tahun berturut-turut pada masa itu. Namun, lain dulu lain sekarang. Perhatian yang sedikit menurun terhadap kebersihan, seperti yang diakui sebagian warga kota merupakan perubahan dalam perilaku yang berkembang saat ini. Padahal, kota ini memiliki motto: BERSENYUM (Bersih, Sehat, Nyaman untuk Masyarakat).
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan kekhawatiran mendalam dari warga kota. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari persoalan tersebut adalah kriminalitas, meskipun tingkatnya masih lebih rendah.
Yang jelas bahwa kekuasaan raja dan para adipati sudah digantikan dengan kekuasaan birokrasi, namun pengaruhnya terhadap tata ruang di pusat kota lama masih ada sampai saat ini. Pendopo Penganyoman, kediaman adipati yang kemudian menjadi kediaman bupati Temanggung masih berdiri sampai sekarang. Alun-alun dipelihara keberadaannya dengan tetap mempertahankan keberadaan pohon beringin yang dikeramatkan.
Pendopo Penganyoman – pusat pemerintahan tradisional yang menjadi rumah dinas bupati Temanggung saat ini
Pendopo Penganyoman – pusat pemerintahan tradisional yang menjadi rumah dinas bupati Temanggung saat ini
Klenteng di pusat kota yang menunjukkan ragamnya keyakinan yang dipeluk penduduk kota
Klenteng di pusat kota yang menunjukkan ragamnya keyakinan yang dipeluk penduduk kota
Penutup
Dalam perkembangannya, kota ini akan banyak dipengaruhi oleh kebijakan regional untuk menempatkan fungsi kota ini ke depan. Sebagai PKL, kota ini berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas dari wilayah kabupaten. Fungsi ini sudah berlangsung dengan baik, meskipun tidak seluruh produk dari wilayah kabupaten mampir ke kota ini. Justru beberapa produk dengan nilai tambah tinggi dijual langsung ke Pusat Kegiatan Wilayah terdekat seperti Kota Magelang dan Wonosobo.
Ada kesadaran akan kondisi pertumbuhan yang stagnan di kalangan birokrat daerah, sehingga pemerintah daerah pun berupaya mencari alternatif lain sebagai ekonomi basis kota. Salah satu pilihannya adalah mengembangkan kegiatan rekreasi dan wisata yang telah ada, seperti: Pikatan, Taman Kartini. Pengembangan pariwisata ini akan sejalan dengan karakteristik sosial budaya warga kota yang terbuka menerima perubahan dan ramah.

Dalam kebijakan regional selanjutnya di dalam RTRW Kabupaten Temanggung, kota ini akan mendapatkan “saingan” berupa pengembangan kawasan agropolitan yang berada di jalan nasional yang menghubungkan Kota Magelang dan Semarang. Kondisi ini sedikit tidak menguntungkan bagi kota ini karena akan menjadikan perkembangan selanjutnya lebih mengarah ke arah timur, yaitu Kranggan dan Secang, kecuali ditemukan formula bagi integrasi dengan kawasan perkotaan yang ada. 

0 komentar:

Posting Komentar